Skip to main content

PROSEDUR PENEGAKAN HUKUM PIDANA MELALUI SENTRA GAKKUMDU PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Pemilihan Umum merupakan implementasi dari prinsip demokrasi yang melibatkan masyarakat dalam menentukan secara langsung Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di wilayah masing-masing. Pelaksanaan tersebut meliputi persiapan, pelaksanaan, serta partisipasi masyarakat dalam  Pemilihan Umum. Tentu kesuksesan dalam melaksanakan rangkaian tahapan tersebut menjadi indikator dari kesuksesan dari penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pemilihan Umum kali ini dilakukan secara serentak untuk beberapa wilayah di Indonesia, yang meliputi Pemilihan Umum untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Hal tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan telah diubah kedua dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, “Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pelaksanaan Pemilihan memiliki potensi pelanggaran yang terjadi, baik pelanggaran administrasi, pidana, dan/atau kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara, peserta Pemilihan, atau warga Negara. Kehadiran lembaga pengawas Pemilu menjadi ujung tombak dalam melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran selama pelaksanaan Pemilihan berlangsung. Namun selain difokuskan melakukan pencegahan, lembaga pengawas diberikan wewenang untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu, lembaga pengawas memiliki 2 (dua) fungsi pokok, yaitu pencengahan dan penindakan. Pencegahan adalah tindakan, langkah-langkah, upaya mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran yang mengganggu integritas proses dan hasil Pemilu, sedangkan penindakan adalah serangkaian proses penanganan pelanggaran yang meliputi temuan, penerimaan laporan, pengumpulan alat bukti, klarifikasi, pengkajian, dan/atau pemberian rekomendasi, serta penerusan hasil kajian atas temuan/laporan kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti. 
Dalam terjadinya dugaan tindak pidana dalam Pemilihan Umum, melalui prosedur yang melibatkan 3 (tiga) instansi yang berbeda, yaitu Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) , Kejaksaan, dan Kepolisian. Ketiga instansi tersebut memiliki proporsi dimana satu sama lain saling mengisi dalam menindaklanjuti pelanggaran pidana Pemilihan. Keterlibatan ketiga instansi tersebut tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), sebagaimana diatur pada Pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, “Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum terpadu.” Tindak pidana Pemilihan yang dimaksud merupaan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, yang diatur dari Pasal 177 sampai Pasal 198A.
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016, Nomor 01 Tahun 2016, Nomor 010/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, Sentra Gakkumdu adalah pusat aktivitas penegakan hukum Tindak Pidana Pemilihan yang terdiri dari unsur Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri. Kewenangan Sentra Gakkumdu dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran pidana dimulai sejak diterimanya laporan dan/atau temuan dugaan pelanggaran Pemilihan. Hal tersebut berbeda dengan peraturan sebelumnya yang mengatur bahwa keterlibatan Gakkumdu dimulai sejak Panwaslu menyimpulkan peristiwa dalam kajian pelanggararan (maksimal lima hari proses penanganan) sebagai pelanggaran pidana Pemilihan. Selanjutnya oleh Panwaslu merekomendasikan hasil kajian tersebut kepada Gakkumdu, dalam hal ini adalah Kepolisian.
Perbedaan yang prinsipil pada tugas dan wewenang Gakkumdu sejak diubah kedua kalinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 merupakan terobosan baru agar tercipta pemahaman yang sama sejak awal penerimaan laporan dan/atau temuan antara 3 (tiga) institusi yang berbeda dalam proses penanganan dugaan pelanggaran yang terjadi. Sehingga tugas pokok ketiga institusi yang berbeda tersebut (Panwaslu sebagai penindaklanjut dugaan pelanggaran Pemilihan, Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, dan Kejaksaan sebagai penuntut), dalam penanganan pelanggaran pidana Pemilihan ketiga institusi tersebut secara bersama-sama bertanggungjawab atas penangaan pelanggaran tersebut, namun tidak mengabaikan tahapan sesuai Hukum Acara Pidana pada umumnya. Dengan demikian sesuai pada tahapannya, masing-masing institusi menjadi leading sector pada tahapan yang menjadi tugas pokoknya.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Sentra Gakkumdu bertugas dan bewenang melakukan penanganan tindak pidana Pemilihan sejak adanya laporan dan/atau temuan yang diterima oleh Panwaslu. Dengan kata lain, Kepolisian dan Kejaksaan (sebagai penyidik dan penuntut) juga telah bertugas pada saat diterimanya laporan dan/atau temuan tersebut oleh Panwaslu. Hanya saja, Kepolisian dan Kejaksaan melakukan pendampingan kepada Panwaslu dalam proses penanganan pelanggaran, baik pada tahap penerimaan laporan dan/atau temuan, penentuan pasal yang diduga telah dilanggar, pengumpulan alat bukti, pemeriksaan para pihak (pelapor, saksi dan terlapor), sampai pada kajian. Hal tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (2) Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016, Nomor 01 Tahun 2016, Nomor 010/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota “dalam menerima Laporan/Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota harus didampingi dan dibantu oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu.” Secara teknis, hal tersebut akan dipaparkan pada sub-bab selanjutnya.
Dalam melaksanakan tugas, Pengawas Pemilu berewenang menerima Laporan/Temuan dugaan tindak pidana Pemilihan dengan membuat dan mengisi format laporan/temuan serta memberikan nomor serta terhadap pelapor diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan. Dalam menerima laporan/temuan tersebut, Panwaslu Kabupaten/Kota harus didampingi dan dibantu oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu. Pendampingan tersebut dilakukan dengan identifikasi, verifikasi, dan konsultasi terhadap laporan/temuan dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilihan. Selain melakukan pendampingan, khusus untuk Penyidi Tindak Pidana Pemilihan diberikan wewenang untuk melakukan Penyelidikan setelah Panwaslu Kabupaten/Kota mengeluarkan surat perintah tugas untuk melaksanakan Penyelidikan dan selanjutnya Penyidik Tindak Pidana Pemilihan mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Tugas tersebut.
Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa pada Sentra Gakkumdu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal laporan/temuan diterima oleh Pengawas Pemilu melakukan pembahasan pertama, yang selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahassan yang ditandatangani oleh Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan, dan Jaksa. Pembahasan pertama tersebut dilakukan untuk menemukan peristiwa pidana Pemilihan, mencari dan mengupulkan bukti-bukti serta selanjutnya menentukan pasal yang disangkakan terhadap peristiwa yang dilaporkan/ditemukan untuk ditindaklanjuti dalam proses kajian pelanggaran Pemilihan oleh Pengawas Pemilu dan Penyelidikan oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan.
Setelah dilakukan pembahsan pertama, Panwaslu melakukan kajian dugaan Tindak Pidana Pemilihan dengan didampingi oleh Penyiidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa. Dalam melaksanakan kajian, Pengawas Pemilu dapat mengundang Pelapor, Terlapor, Saksi, dan/atau Ahli untuk dimintakan keterangan dan/atau klarifikasi yang dilakukan di bawah sumpah, untuk selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Klaifikasi. Selanutnya, hasil dari proses kajian pelanggaran Pemilihan oleh Pengawas Pemilu berupa dokumen kajian laporan/temuan. Selain itu, hasil penyelidikan oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan membuat Laporan Hasil Penyelidikan.
Proses penanganan dugaan tindak pidana Pemilihan dilakukan paling lambat sampai 5 (lima) hari sejak diterimanya laporan/temuan oleh Pengawas Pemilu. Selanjutnya setelah dilakukan kajian, Pengaws Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa melakukan pembahasan kedua pada hari kelima tersebut. Pembahasan kedua dilakukan untuk menentukan laporan/atau temuan tersebut telah memenuhi unsur atau tidak memenuhi unsur Tindak Pidana Pemilihan.
Setelah dilakukannya pembahasan kedua oleh Sentra Gakkumdu, hasil pembahasan tersebut menjadi dasar Pengawas Pemilu memutuskan laporan/temuan pada rapat pleno utnuk diteruskan ke tahap penyidikan atau dihentikan. Dalam hal hasil rapat pleno laporan/temuan diteruskan ke tahap penyidikan, Pengawas Pemilu meneruskan laporan/temuan tersebut kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan menerbitkan Surat Perintah Tugas untuk melaksanakan Penyidikan yang ditandatangani oleh Ketua Panwaslu Kabupaten/Kota. Namun jika hasil rapat pleno memutuskan laporan/temuan penanganan pelanggaran Pemilihan dihentikan maka Pengawas Pemilu memberitahukan kepada Pelapor dengan surat disertai dengan alasan penghentian.
Dalam hal laporan/temuan diterusakan ke tahap penyidikan, Pengawas Pemilu meneruskan laporan/temuan tersebut kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilu disertai dengan berkas perkara yang memuat surat pengantar, surat perintah tugas untuk melaksanakan penyidikan yang dikeluarkan oleh pengawas pemilihan, daftar isi, laporan/temuan dugaan Tindak Pidana Pemilihan, hasil kajian, laporan hasil penyelidikan, surat undangan klarifikasi, berita acara klarifikasi, berita acara klarifikasi di bawah sumpah, berita acara pembahasan pertama, berita acara pembahasan kedua, daftar saksi dan/atau ahli, daftar terlapor, daftar barang bukti, barang bukti, dan administrasi penyelidikan. Setelah laporan/temuan diteruskan ketahap penyidikan,  Penyidik Tindak Pidana Pemilihan membuat administrasi penerimaan penerusan laporan/temuan berupa laporan polisi dengan pelapor yang telah melapor kepada pengawas Pemilihan dan surat tanda bukti laporan. Selanjutnya Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dalam Sentra Gakkumdu berkoordinasi dengan Sentra Pelayanan Kepolisian untuk mendapatkan nomor registrasi laporan polisi.
Penyidik Tindak Pidana Pemilihan di Sentra Gakkumdu melakukan Peyidikan setelah diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh coordinator Sentra Gakkumdu dari unsur kepolisian bersamaan dengan dikelarkannya Surat Perintah Penyidikan. Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyerahkan SPDP dan administrasi penyidikan lainnya yang telah ditandatangani oleh Koordinator Sentra Gakkumdu dari unsur kepolisian kepada Jaksa. Dalam melaksanakan tahap penyidikan, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan melakukan penyidikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penerusan laporan/temuan yang diterima daeri pengawas Pemilihan dan/atau laporan Polisi dibuat. Jaksa pada Sentra Gakkumdu melakukan pendampingan dan monitoring terhadap proses Penyidikan.
Setelah dilakukannya tahap penyidikan, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyampaikan hasil Penyidikan dalam pembahasan ketiga yang dipimpin oleh ketua Koordinator Sentra Gakkumdu Kabupaten/Kota pada waktu proses penyidikan, yang menghasilkan kesimpulan pelimpahan kasus kepada Jaksa. Hasil pembahasan ketiga dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa.
Selama 14 (empat belas) hairi kerja terhitung sejak penerusan laporan/temuan yang diterima oleh Pengawas Pemilihan dan/atau laporan Polisi dibuat, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyampaikan hasil Penyidikan disertai berkas perkara kepada Jaksa. Dalam  hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dalam Sentra Gakkumdu disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi, yang hanya dilakukan 1 (satu) kali. Setelah berkas dikembalikan oleh Jaksa, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penerimaan berkas. Setelah berkas perkara diterima oleh Jaksa dan dinyatakan lengkap Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa.
Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berkas perkara diterima dari Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan syrat pengantar pelimpahan yang ditandatangani oleh Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai tingkatan. Selanjutnya,Penuntut Umum membuat rencana dakwaan dan surat dakwaan, serta menyusun rencana penuntutan dan membuat surat tuntutan yang dilaporkan kepada Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai tingkatan. Tembusan surat dakwaan tersebut disampaikan kepada Koordinator Sentra Gakkumdu unsur kepolisian dan Pengawas Pemilu sesuai tingkatan.
Setelah putusan Pengadilan dibacakan, penuntut umum melaporkan kepada Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan, yang selanjutnya dilakukan pembahsan paling lama 1 x 24 jam setelah putusan Pengadilan dibacakan, dengan dihadiri oleh Koordinator dari unsur Pengaws Pemilu, Koordinator dari unsur Kepolisian, dan Koordinator dari unsur Kejaksaan sesuai tingkatan guna mengambil sikap untuk dilakukan upaya hukum atau menindaklanjuti putusan Pengadilan.
Dalam hal Penutut Umum mengajukan banding dan memori banding paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Selain itu, dalam hal terdakwa melakukan upaya hukum bandig terhadap putusan Pengadilan, Penuntut Umum membuat kontra memori banding. Selanjutnya, dalam hal putusan Pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, Jaksa pada Sentra Gakkumdu melaksanakan putusan tersebut paling lamba 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh Jaksa dan dapat didampingi oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Pengawas Pemilu.


Comments

Popular posts from this blog

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA (STRAFTRECHTERLIJKE TOEREKENING) DALAM AJARAN DUALISTIS

Kajian dalam hukum pidana memang tidak dapat terlepas dari tiga kajian pokok, yaitu tindak pidana (criminal act) , pertanggungjawaban pidana (criminal liability) , dan pidana (punishment) . [1] Ketiga pokok persoalan tersebut di atas diperlukan kajian yang berbeda dalam ilmu hukum pidana. Persoalan pertanggungjawaban pidana tidak termasuk dalam pembahasan tindak pidana. Pembahasan pertanggungjawaban pidana seharusnya dilihat dari luar pembahasan tindak pidana. Pembahsan dalam tindak pidana hanya sebatas pada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana bagi barang siapa yang dengan kelakuannya melakukan tindak pidana. [2] oleh karena itu, pada tindak pidana hanya diatur sebatas padda unsur objektif, atau unsur-unsur pada perbuatan. Pertanggungjawaban pidana merupakan proses penentu seorang yang melakukan tindak pidana dapat dipidana. Karena jika seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, maka orang tersebut tidak dapat dipidana. Sesuai dengan ajaran dualistis, yakni

BENTUK-BENTUK PENYERTAAN

a.       Mereka yang Melakukan (Pleger) Ketentuan Pasal 55 KUHP pertama-tama menyebutkan siapa yang berbuat atau melakukan tindak pidana cara tuntas. Sekalipun seseorang pelaku ( plager ) bukan seorang yang turut serta (deelnemer) , kiranya dapat dimengerti mengapa ia perlu disebut. Pelaku, disamping pihak - pihak lainnya yang turut serta atau terlibat dalam tindak pidana yang ia lakukan, akan dipidana bersama-sama dengannya sebagai pelaku ( dader ), sedangkan cara penyertaan dilakukan dan tanggung jawab terhadapnya juga turut ditentukan oleh keterkaitannya dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku (utama). Karena itu, pelaku ( pleger ) adalah orang yang memenuhi semua unsur delik (juga dalam bentuk percobaan atau persiapannya), termasuk bila dilakukan lewat orang-orang lain atau bawahan mereka. [1] Pada umumnya hukum pidana mempertanggungjawabkan pidana kepada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang telah dirumuskan oleh undang - undang. Dengan kata lain seseorang dap